Thursday, December 11, 2014

I Fall in the Autumn (9)

Kuketuk lembut pintu ruang Bimbingan Konseling. Pak Siregar mempersilakan masuk. Si bapak ini penampilannya mengerikan dengan kumis tebalnya, namun beliau sangat lucu jika sedang berkomunikasi dengan anak2.

"Bapak manggil saya?"

" Iya, tadi saya suruh si Toni. Duduklah duduk " kata beliau mempersilakanku.

Aku menarik kursi di depan meja beliau.

" Emi Retnaningsih..."

"Emi Riantiningtyas pak" potongku membenarkan,

"Iya itulah. Jadi gini, besok itu akan dipasang penjurusan kelas. Kamu ini koq di angket ga nulis apa2 ini gimana? "

Waduh, pikirku, aku lupa menuliskan jurusan yang aku ingin masuk. Akhirnya hanya aku jawab dengan cengiran selengekan sambil memberi alasan bahwa aku masih bingung dengan pilihan mana yang harus aku ambil. Kata Pak Siregar, nilaiku sangat random. Di mata pelajaran IPA aku nyaris sempurna untuk Fisika dan Biologi, tapi jelek untuk matematika. Bahkan, Ibu Maria, guru matematika yang mengajarku, yang juga merupakan istrinya, sampai menaikkan nilai matematika agar pas mendapat nilai 7 di dua semester ini.  Tapi untuk pelajaran IPS, aku sangat berjaya di bidang sejarah dan sosiologi. Tapi lemah sekali di ekonomi dan akuntansi.

" Sepertinya kamu punya masalah dengan hitung2an ya Emi." selidik Pak Siregar yang hanya kubalas dengan cengiran saja.

" Atau kamu mau masuk bahasa??? "

aku hanya terdiam dan dengan wajah bingung berkata pelan " saya bingung pak"


" Ya sudah, bapak kasih waktu kamu malam ini untuk memikirkan matang2 jurusan mana yang kamu inginkan. Besok pagi temui bapak cepat2 ya, karena siangnya mau bapak pasang. Jangan lama2, tinggal kamu saja ini yang belum tercatat ".

" Iya pak " jawabku pendek sambil mohon diri keluar dari ruangan.

Aku keluar dari ruang BK dan hendak menuju ke depan lapangan basket. Nanti sajalah, pikirku, untuk memikirkan apa yang harus aku ambil. Aku ingin tanya kepada kedua orang tuaku terlebih dahulu.

Aku sudah setengah jalan menuju ke lapangan basket. Disitu ada Satria sedang duduk di bangku luar lapangan yang menghadap ke kelasku. aku pikir, berbicara sebentar mengenai ini akan lebih bagus. Namun, saat aku hendak mendekatinya, aku melihat Kayla mendekat terlebih dahulu. Kuurungkan niatku untuk berbicara dengan Satria. Aku lantas membelokkan langkahku ke kantin. Sudah jam makan siang rupanya. Perutku sedikit berontak minta untuk diisi.

Lagi2 setengah jalan aku menuju kantin, kulihat Kak Vera dengan dua temannya sedang makan disana. Ah..malas sekali rasanya bertemu mereka. Akhirnya, langkah kakiku terhenti di depan perpustakaan. Sedikit menyepi tak masalah bukan?

Aku putuskan untuk masuk ke dalam perpustakaan. Aku memilih untuk menghempaskan diriku pada kursi pojok. Aku mengeluarkan notesku dan mulai mencorat coret dan berkata pada diriku sendiri seperti orang gila.

" IPA, IPS, Bahasa. IPA, IPS, Bahasa, IPA IPS bahasa. haduuuuhhhh...."

"kenapa juga nilai koq random gini sih. hmmmm........ibuuuuukkkk aku harus masuk mana??"

Teringat perkataan Satria beberapa bulan lalu,

" Hidup kita dimulai ketika kita memilih jurusan di SMA, Emi. Karena begitu kita ambil satu jurusan, maka masa depanmu akan ditentukan setelahnya. Hati2lah "

Aaaarrrrgggghhhhh perkataan Satria membuatku sedikit tertekan.

" aaaaaaaaaaa.......aku harus masuk jurusan apa?? IPA tapi matematika jeblok. IPS tapi ekonomi jeblok. Bahasa gak minat sama inggris. Ya Tuhan...aku gak mau salah pilih".

"Duk!"

Tiba2 terdengar suara dari depan tempatku duduk. Aku terkejut karena kusangka perpustakaan sedang sepi dan aku memilih pojok yang jarang orang mau tempati. Sekat di depan meja ruang baca perpustakaan ini memang didesign untuk memberi ruang privasi bagi murid2 untuk membaca, sehingga tidak bisa melihat satu sama lain dengan orang di depannya.

Aku bangkit dan sedikit berjinjit. Kulihat Adrian menurunkan bukunya. Aduh..aku bikin salah nih, pikirku. Muka Adrian yang lempeng tanpa senyum dan tatapan matanya yang tajam membuatku terintimidasi. Aku pikir aku akan dihardiknya atau dikasari seperti kak vera tadi.

" Pilih saja IPA kalau kamu memang merasa mampu di pelajaran lain. "

" E?? " aku terkejut ternyata Adrian berkata seperti itu, " Tapi matematikaku...."

" Kamu bisa pelajari kan? Cuma satu yang harus kamu lebih pelajari, tak masalah ".

kami terdiam beberapa saat. Dia membuatku tak bisa berkata apa2  untuk mendebat.

" Kamu tau, kenapa orang2 menempatkan IPA pada level paling atas? " tanyanya dengan tatapan serius. Aku hanya sanggup menggelengkan kepala karena aku benar2 tidak ada ide untuk menjawabnya.

" Karena orang2 dengan kemampuan memahami kimia, fisika, biologi dan sebagainya, akan bisa dengan mudah mempelajari bidang sosial dan bahasa. Tapi tidak sebaliknya. "

" Tidak sebaliknya? "

" Iya, anak2 yang masuk IPS dan Bahasa, cenderung tidak menyukai pelajaran IPA, karena pikiran mereka sudah membencinya sejak awal. Benci itu adalah sesuatu yang akan menutup pikiranmu untuk menemukan dimana letak ketertarikannya. Anak2 IPA meskipun mereka tidak suka dengan pelajaran IPS pun, mereka tetap harus mempelajarinya, tetap harus belajar bahasa asing, meski tidak sastra. Tapi, kalau kamu milih IPS dan Bahasa, maka kamu tidak akan punya kesempatan untuk belajar IPA. " Jelasnya sambil membuka2 halaman buku yang sedang dia pegang.

" Saat kamu memilih IPA nanti, maka akan terbuka juga kesempatanmu untuk kuliah di IPS atau Bahasa. tapi kalau kamu memilih IPS dan Bahasa, maka kamu tidak akan punya kesempatan untuk kuliah Science. Science itu menarik dan luas banget lho. Kamu bisa menghubungkannya dengan ilmu sosial maupun sastra. "

Aku hanya mengangguk2. Perkataannya bagaikan oase di padang pasir untukku saat ini.

" Setidaknya begitu yang di katakan ayah ibuku " katanya sambil sedikit tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya.

Benar juga, pikirku. Satria juga bilang kalau hidup kita akan dimulai setelah masuk penjurusan.

" Kalau aku jadi kamu, akan pilih IPA. Berjuang sedikit lebih keras untuk matematika bukan sesuatu yang sulit kan? Asalkan nanti, aku banyak pilihan untuk belajar setelah lulus"

Aku tersenyum mendengar pendapatnya. Adrian benar. 100% benar sekali.

" Dobel makasih ya" kataku disambul kernyitan di dahinya.

" Tadi udah menyelamatkan aku dari tamparan kak Vera, bantuin Tony manggil aku, sama pendapatnya barusan. Sangat sangat membantu mencerahkan" Kataku mantap.

" Oh...tadi kebetulan aneh aja liat kamu sama anak kelas 2 masuk ke aula, terus inget tadi si Tony nyari2in. Ternyata dilabarak haha "

aku hanya bisa nyengir kuda membalasnya. " Apapun itu, makasih banget" kataku sambil mengambil tasku dan berpamitan dengannya.

Aku lantas menuju ke Mushala untuk shalat. Aku mohon, Tuhan...mantabkanlah pilihanku. Lepas shalat, aku bergegas menuju ke arah parkiran sepeda. Aku ingin secepatnya berbicara dengan bapak dan ibu. Kulangkahkan kali cepat2.

"Em, ke toiletnya sampai 3 jam, tidur apa pingsan?"

Aku terkejut mendengar suara Satria dengan mata yang melotot tajam

" Anu...itu........ada UFO sat" kataku sambil tertawa dan berlari menghindari kejarannya.


Foto ini aku ambil tahun lalu, 2013, di depan kantin. Obyeknya bu Vonny. Bagus kaaaaaaaaan???? :D
Ibu maap ya fotonya dipajang hehehe






EmoticonEmoticon