Wednesday, December 6, 2017

If You Were In My Shoes V: Menyuruh Orang Bersyukur

curhatan allay kalau lagi galau


"Kamu itu jadi orang ga bersyukur banget"

"Seharusnya kamu itu bersyukur bukan malah mengeluh"

dan lain sebagainya, adalah kalimat-kalimat yang orang mudah katakan ketika mereka sebenarnya mengeluh karena mendengar lawan bicaranya mengeluh. Percayalah, dulu, jaman saya susah (meski sekarang lebih susah), sering banget orang ngoceh seperti itu. Tanpa mereka benar2 mengerti yang saya rasakan. Contohnya seperti ini, saya pernah mengeluh karena beasiswa saya hanya 30rb yen disaat orang lain beasiswanya minimal 80rb yen. Lalu, teman saya di Indonesia bilang seperti hal diatas. Saya tersontak kaget. Bayangkan, betapa wiridan alhamdulillah saya tiap hari setelah shalat itu seakan2 tidak ada artinya bagi dia, hanya karena saya mengeluhkan kerasnya hidup hanya dengan 30rb yen sebulan. Untung saja saya nggak cerita ke dia kalau saat ini saya bahkan nggak terima uang sama sekali alias 0 yen. Bisa-bisa makin dicap tidak bersyukur.

Tapi, begitulah manusia. Mudah sekali untuk mengutarakan sesuatu tanpa mereka pernah alami. Tapi, apabila hal itu diucapkan oleh orang yang punya keadaan lebih buruk dari saya, maka saya terima, oh mungkin memang saya kurang bersyukur.

Seperti baru saja saya alami, yang kemudian membuat saya mengurungkan niat untuk mengatakan hal tersebut. Ketika junior saya orang Cina Mongol bertanya pada saya apakah ada kunji jawaban dari soal2 ujian masuk master beberapa tahun sebelumnya, lalu saya mengatakan tidak ada. Dia membuat duck face di wajahnya menyiratkan bahwa dia kecewa.

Sebenarnya hampir saja saya terlontar mau bilang "harusnya kamu bersyukur karena sensei suka sama kamu dan dikasih soal2 beberapa tahun lalu", tapi saya urungkan. Saya kemudian memutuskan untuk bercerita bahwa di jaman kakak kelas saya, kemudian saya, dan 2 adek kelas saya dari Mongolia (Bukan Cina Mongol - Beda) dan Vietnam, juga seperti itu. Bahkan jaman saya dan kakak kelas saya malah boro-boro diberi kisi-kisi soal, kita hanya diberikan buku 1000 halaman berjudul Hydrology. Bisa dibayangkan bukan, buku setebal itu harus khatam dalam waktu 1 bulan untuk sebuah ujian masuk. Lalu, kemudian, ini anak baru keqinian dengan entengnya minta jawaban soal. Do you want me to slap you???.

Tapi saya nggak akan mukul siapa-siapa. Bahkan ketika jaman saya, proposal dan everything tidak pernah dipandu oleh blio. Semua mikir sendiri. Dan ini anak kecil dengan entengnya bilang "apa-apa harus mikir sendiri". Ya iyalah keleus. But the point is, bagi saya, mudah sekali untuk menyuruh adek tingkat saya itu untuk bersyukur. Namun, apakah itu adalah kalimat terbaik saya untuk dia? Saya berpikir bahwa itu tidak baik. Maka saya hanya bercerita padanya tentang apa yang terjadi, agar dia bisa belajar dengan sendirinya, memaknai perjuangannya sendiri. :)


3 comments

Hahaha.. Kadang-kadang manusia emang mintak ditempeleng. Tapi sialnya terhalang HAM.. :v

emberrrr, makanya jadi paham apa arti degradasi kualitas yang dibilang bapak2 konferensi waktu itu >.<

Masuk akal juga sih, kak..banyak orang yg main pukul rata soalnya

Mampir kak ke blog baru ku: https://bahasejarah.blogspot.com/?m=1

-F. Prima Aksara


EmoticonEmoticon