Thursday, May 28, 2015

Ngenes Elegan: Complain (dari statusnya mbak Uut)

Sudah dua kali mbak uut masuk ke dalam blog saya hehe. Berawal dari status updatenya mbak uut di facebook, yang mengenai complaining tentang hidup, ketika teman2nya curhat akan beratnya beban yang mereka tanggung dan kemudian membandingkan hidupnya dengan hidup teman lainnya, tanpa tahu bahwa orang yang dibandingkan pun punya masalah yang mungkin saja lebih berat.

Manusia, memang tempatnya untuk mengeluh dan complain. Namun, itu wajar, namanya juga manusia kan? Bahkan ratu Elizabeth dari Inggris pun pasti sering complain, pasti complainnya gini "ini pangeran2 pada kurang ajar, aku udah setua ini masih disuruh memimpin negara".

Dan tidak akan munafik, kadang kita butuh manusia lain sebagai tempat curhat, pelarian2 kecil seperti makan banyak, atau mendengarkan lagi dll. Setiap orang pasti punya pelariannya tersendiri, bukan. Nggak munafik, meski kita juga pasti mengadukan mmasalah kepada Tuhan, namun, tidak serta merta Tuhan akan menjawab saat itu juga kan? Nah kalau Tuhan menjawab saat itu juga, kita lari donk harusnya. Ngeri. Maka untuk kelegaan di hati, kita selalu butuh yang namanya pelarian.

Ok, kembali ke masalah complaining, kadang, saya seing diajak curhat teman, juga ngajak curhat teman. Karena saya manusia, saya juga pastilah pernah complain tentang hidup. Hal yang selalu saya complainkan paling banyak adalah tentang uang. Dan saya yakin bahwa masalah yang sama pula akan dikeluhkan 90% penduduk dunia. Munafik kalau kalian tidak mengakuinya.

Memang, setiap orang punya masalah. Itu pasti. Dan pada dasarnya, orang mempunyai porsi masalah yang sama. Karena Tuhan maha Adil, maka Tuhan pasti memberikan porsi yang sama. Namun, ada yang berbeda waktunya, berbeda jumlah masalahnya, berbeda jenis masalahnya dal lain2.

Beberapa waktu lalu, saya chat dengan teman saya. Dia sudah menikah, punya anak yang sangat lucu. Dia curhat ke saya, tentang bagaimana repotnya keuangan dalam rumah tangga. Urusan anak, belum lagi ini itu. Dan masih ingat sekali dia bilang ke saya, "Kamu enak, kuliah dapat beasiswa, nggak perlu mikir mau makan apa besok, bisa jalan2 ke luar negeri. Aku kayaknya udah nggak mikirin s2 lagi deh". Saya cuma senyum aja. Alhamdulillah jika orang memandang hidup saya enak. Berarti pencitraan saya selama ini berhasil. Yes!!!

Tapi tahukah kalian, sebenarnya aku juga iri loh dengan teman saya itu. Lihat, dia punya suami yang begitu menyayanginya. Punya anak yang lucu banget sampai bikin pengen makan pipinya. Lha aku? Pacarku jauh, perhatian kadang2 aja kalo nggak sibuk, orang tua masih menganggap aku anak kecil tapi sudah tidak butuh duitnya lagi, orang2 berekspektasi ketinggian dengan strata kuliahku, duit yang terus mengalir tiada henti. Apa sih yang diirikan dari aku, coba? Haruskah aku juga ikut complain, bahwa aku harus membayar tagihan kartu kredit sebesar 10 juta rupiah bulan ini akibat kurang mengerti bahasa jepang dalam order hape. Sedangkan beasiswa pertamaku baru aja datang. Dan kemudian harus terpotong untuk itu. Belum lagi membayar sewa rumah telat 3 bulan yang jumlahnya tiga bulan gaji bapakku, kemudian belum lagi melunasi hutang ke teman2 yang jumlahnya hampir 10 juta juga. Lalu batre laptop yang harus segera dicari dan dibeli karena mengingat sampling besok dipaksa membawa laptop ke lapang. Lalu, mouse yang kemaren masih baik2 saja tiba2 macet nggak bisa digunakan.

Lalu????

No, I can't complain

Masalahku itu aja? nggaaaaaaaaaaaaak. Masih banyak lagi. Tapi, haruskah kita lantas membandingkan hidup kita? Ya, boleh. Tapi kepada siapa subyeknya. Itu yang membedakan.

Jangan bandingkan hidup kita dengan hidupnya syahrini. Tapi bandingkanlah hidup kita dengan orang2 sekitar kita yang kita temui di jalan. Lihat, kita pasti sering bertemu degan bapak2 yang bekerja dari pagi sampai hampir maghrib kan? Atau kita sering menemui nenek2 penjual bubur atau makanan gorengan yang berkeliling dari kompleks ke kompleks kan? Atau kita sering melihat ibu2 yang berbelanja tapi itungan banget, anaknya minta mainan aja nggak dibelikan kan? Atau kita pasti sering melihat kakek2 tua bekerja nggak kenal lelah di sawah. Hei, hidup kita masih lebih mudah dari mereka. Mereka bahkan tidak tahu gadget itu apa. Tapi kita beruntung, kita punya gadget, yang memudahkan kita complain dengan teman, dan membandingkan hidup kita dengan hidup syahrini. Tapi mereka, ah syahrini aja siapa mereka pasti nggak tau.

Nah saya punya lagu bagus. Pas banget untuk kita yang sering complain dan membandingkan hidup kita dengan orang lain.

Complain by David Archuleta

Liriknya :

How many times have you said
If I just had one more
Dollar in my pocket
Know that I've felt the same

How many times have you dreamed
That you could pack up and leave
Just run away from the trouble
Baby, I can't complain

'Cause I don't always get everything I wanted
Doesn't turn out just the way I thought it 
All should be
Baby, I can't complain

No more wasting my time looking in the mirror
Wishing my life was a little bit clearer
No way
Baby, I can't complain

No way, no way, no way
Baby, I can't complain

Have you ever believed
That it's just not your day
Like the world is against you
You know we've all felt that way

So far away from my home
And everything that I love
But as long as I'm breathing
Baby, I can't complain

'Cause I don't always get everything I wanted
Doesn't turn out just the way I thought it 
All should be
Baby, I can't complain

No more wasting my time looking in the mirror
Wishing my life was a little bit clearer
No way
Baby, I can't complain

No way, no way, no way
Baby, I can't complain
No way, no way, no way

Any time, any minute now
We could fall, it could all crash down
But I'm not gonna ever live that way
No way

'Cause I don't always get everything I wanted
Doesn't turn out just the way I thought it
All should be
Baby, I can't complain

No more wasting my time looking in the mirror
Wishing my life was a little bit clearer
No way
Baby, I can't complain

No way, no way, no way
Baby, I can't complain
No way, no way, no way
Baby, I can't complain

Ah..aku memang suka lagu2nya david archuleta.

2 comments

saya suka dengan pola pikir mbak diana..
mbak saya pencinta science walaupun saat ini saya malah economic lecture..saya waktu kecil suka menyuntik tanaman..berharap tanaman mengalami perubahan namun yg ada malah mati..
saya suka tulisan mbak diana..walaupun saya tak dapat masuk dunia science setidaknya tulisan mbak diana mengobati kerinduan akan ilmu alam..
semangat mbak diana..semoga sukses..dunia akhirat..^^

Terima kasih banyak mas Dommy :)
Kadang memang begitu mas. Saya juga sama, saya suka tanaman, tapi saat ini sedang nyasar di lingkungan. Ya sudah, jalani aja meski harus guling2 di tepung panir hehehe.
Semoga doa mas Dommy kembali ke mas juga :)
terima kasih mas sudah sudi mampir :D


EmoticonEmoticon